BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Psikologi
pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara
memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi
pendidikan merupakan sumbangsih dari ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia
pendidikan dalam kegiatan pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum,
proses belajar mengajar, sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta
beberapa kegiatan utama dalam pendidikan terhadap peserta didik, pendidik,
orang tua, masyarakat dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai
secara sempurna dan tepat guna.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Dunia pendidikan khususnya di sekolah, memegang peranan penting dalam proses belajar selain instasi sekolah adalah adanya kerjasama antara guru dan siswa. Seorang guru memegang peranan penting dalam membentuk siswanya. Tidak hanya membentuk dalam bentuk pola pikir atau pengetahuan, seorang guru juga dituntut untuk dapat membentuk siswanya dari segi tingkah laku dan emosional siswa.Seorang guru juga berperan sebagai pengganti orang tua atau orang tua kedua bagi siswa disekolah. Sehingga seorang guru harus dapat dan mampu memberikan contoh yang posistif atau memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Di sekolah sering sekali terdapat anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan lain sebagainya. Dalam hal demikian berarti bahwa guru tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat untuk mendorong dan memberi semangat bagi anak didiknya agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh .
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dalam makalah ini
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apakah
motif itu?
2.
Apa saja macam-macam motif itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Secara etimologi, motif dalam bahasa
inggris motive, berasal dari motion, yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang
bergerak”, yang menunjuk pada gerakan manusia sebagai “tingkah laku”. Dalam
psikologi motif berarti rangsangan pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah
laku itu.
Dalam motif, pada umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu kebutuhan dan
tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kadua unsur ini terjadi dalam
tubuh manusia, walaupun dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari luar diri manusia.
Karena itu, bisa saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu singkat.
Sedangkan
menurut Dister, setiap tingkah laku manusia adalah hasil dari hubungan timbal balik
antara tiga faktor, yaitu:
1. Dorongan
spontan manusia, yaitu dorongan yang tidak ditimbulkan dengan sengaja. Seperti
dorongan seksual, nafsu makan dan kebutuhan akan tidur.
2. Ke-aku-an
manusia, dimana manusia menyetujui dorongan spontan tadi untuk menjadi
miliknya, sehingga kemudian menjadi sebuah “kejadian”. Misalnya dengan menunda
makan, walaupun ia merasa lapar.
3. Lingkungan hidup manusia.
Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang
timbul dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia
tersebut. ada beberapa kriteria motif, berikut ini adalah motif-motif yang
timbul pada diri manusia ketika berkomunikasi:
1. motif
informatif, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan hasrat untuk memenuhi kebutuhan
akan ilmu pengetahuan
2. motif
hiburan, yaitu hal-hal yang berkenaan untuk mendapatkan rasa senang
3. motif
integrasi personal, merupakan motif-motif yang timbul akibat keinginan untuk
memperteguh status, kredibilitas, rasa percaya diri, dll
4. motif
integratif sosial, dimaksudkan untuk memperteguh kontak sosial dengan cara
berinteraksi dengan keluarga, teman, orang lain
5. motif
pelarian, merupakan motif pelepasan diri dari rutinitas, rasa bosan, atau
ketika sedang sendiri
MOTIF
Motif adalah
keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar,
seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan
baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang
pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif
intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin
mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam
konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di
antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek
didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik
harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal
yang negatif.
Motif
ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap
subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat
grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya
tidak berada di bawah prestasi orang lain.
2. Macam-macam Motif
Pendapat mengenai klasifikasi motif itu
ada bermacam-macam. Beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan di
bawah ini.
a. Menurut
Woodworth dan Marquis (1995: 301-333) dalam (Sumadi Suryabrata, 2004: 71) motif itu dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1)
Kebutuhan-kebutuhan organik, yang
meliputi ;
Kebutuhan untuk minum,
Kebutuhan untuk makan,
Kebutuhan
untuk bernafas,
Kebutuhan
seksual,
Kebutuhan
untuk berbuat, dan
Kebutuhan
untuk beristirahat.
2)
Motif-motif darurat, yang mencakup:
Dorongan
untuk menyelamatkan diri,
Dorongan
untuk membalas,
Dorongan
untuk berusaha,
Dorongan
untuk memburu.
Dorongan
ini timbul karena perangsang dari luar. Pada dasarnya dorongan-dorongan ini
telah ada sejak lahir, tetapi bentuk-bentuknya tertentu yang sesuai dengan
perangsang tertentu berkembang karena dipelajari.
3)
Motif-motif objektif, yang mencakup:
Kebutuhan-kebutuhan
untuk melakukan eksplorasi,
Kebutuhan
untuk melakukan manipulasi,
Kebutuhan
untuk menaruh minat.
Motif-motif
ini timbul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar (sosial dan non
sosial) secara efektif.
b. Penggolongan
lain dalam (Sumadi
Suryabrata, 2004: 71-72) didasarkan atas terbentuknya
motif-motif itu. Berdasarkan atas hal ini dapat dibedakan adanya dua macam
motif, yaitu:
1)
Motif-motif bawaan, yaitu motif-motif
yang dibawa sejak lahir, jadi ada tanpa dipelajari, seperti:
Dorongan
untuk makan,
Dorongan
untuk minum,
Dorongan
untuk bergerak dan beristirahat,
Dorongan
seksual.
Motif-motif
ini seringkali disebut juga motif-motif yang disyaratkan secara biologis,
artinya ada dalam warisan biologis manusia.
2)
Motif-motif yang dipelajari, yaitu
motif-motif yang timbulnya karena dipelajari, seperti:
Dorongan
untuk belajar sesuatu cabang ilmu pengetahuan,
Dorongan
untuk mengejar sesuatu kedudukan dalam masyarakat, dan sebagainya.
Motif-motif
ini seringkali disebut juga motif-motif yang disyaratkan secara sosial, karena
manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia maka motif-motif
golongan ini terbentuk.
c. Berdasarkan
atas jalarannya (Sumadi
Suryabrata, 2004: 72-72), maka orang membedakan adanya dua macam motif, yaitu:
1)
Motif-motif ekstrinsik, yaitu
motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya
orang belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, orang
membaca sesuatu karena diberi tahu bahwa hal itu harus dilakukannya sebelum dia
dapat melamar pekerjaan, dan sebagainya.
2)
Motif-motif intrinsik, yaitu motif-motif
yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar. Memang dalam diri individu
sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya orang yang gemar membaca tidak usah
ada yang mendorongnya telah mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya, orang
yang rajin dan bertanggung jawab tidak usah menanti komando sudah belajar
secara sebaik-baiknya.
d. Ada
juga ahli yang menggolongkan motif-motif itu menjadi dua macam atas dasar isi
atau persangkutpautannya
dalam (Sumadi Suryabrata, 2004: 73-74), yaitu:
1) Motif
jasmaniah, seperti: refleks, instink, otomatisme, nafsu, hasrat’ dan
sebagainya.
2) Motif
rohaniah, yaitu kemauan.
Kemauan itu terbentuk
melalui empat momen, seperti disajikan berikut ini.
a)
Momen timbulnya alasan-alasan:
Misalnya seseorang
sedang giat belajar dikamar karena (alasannya) sebentar lagi akan menempuh
ujian. Sekonyong-konyong dipanggil ibunya dan disuruh mengantar/menemui tamu
melihat pertunjukan wayang orang.
Disini timbul alasan
baru: mungkin keinginan menghormati tamu, untuk tidak mengecewakan ibunya,
untuk menyaksikan pertunjukan wayang oran tersebut.
b)
Momen pilih;
Momen pilih, yaitu
keadaan dimana ada alternatif-alternatif, yang mengakibatkan persaingan antara
alasan-alasan itu. Di sini orang menimbang-nimbang dari berbagai segi untuk
menentukan pilihan, alternatif mana yang dipilih.
c)
Momen putusan:
Momen perjuangan
alasan-alasanberakhir dengan dipilihnya salah satu alternatif, dan ini menjadi
putusan, ketetapan yang menentukan aktivitas yang akan dilakukan.
d)
Momen terbentuknya kemauan:
Dengan diambilnya
sesuatu keputusan, maka timbullah di dalam batin manusia dorongan untuk
bertindak, melakukan putusan tersebut.
3.
Kekuatan Motif
Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat
mengalahkan kekuatan motif yang lain.Berhubung dengan hal tersebut beberapa
eksperimen dilaksanakan untuk mengetahui tentang kekuatan motif-motif itu.
Eksperimen banyak dilakukan dengan hewan karena
beberapa pertimbangan :
- Hewan
lebih mudah dapat dikontrol karena sifat kesederhanaannya sedangkan
kehidupan social manusia sangat kompleks.
- Pada
hewan tidak ada kesadaran tentang pribadinya, karena itu hewan tidak
mempunyai perasaan malu atau perasaan harga diri.
- Bila
ada sesuatu hal yang tidak diinginkan sebagai akibat ddari eksperimen
resikonya tidak besar.
Sekalipun demikian ini tidk berarti bahwa eksperimen
pada manusia tidak dapat dilaksanakan.
Contoh Eksperimen yang menggunakan tikus putih. Metode
yang dipeergunakan dengan “obstruction method “ (metode penghalang).
Penghalangnya merupakan jari-jari yang diberi aliran listrik bila tikus akan
melalui jalan atau gang itu.
Tikus diberi insetif yang bewujud makanan, minuman
atau benda-benda lain yang pada pokoknya dapat digunakan sebagai alat penarik
(insentif) agar tikus mau melalui jalan itu untuk menuju ketempat ujung
disebelah lain. Bila tikus akan melalui penghalang, penghalang diberi aliran
listrik hingga keadaan ini memberikan gangguan terhadap tikus yang akan
melaluinya : Dengan adanya gangguan atau penghalang ada kemungkinan tikus akan
kembali lagi, tidak jadi terus. Begitu selanjutnya. Kalau motifnya kuat,
sekalipun ada rintangan atau penghalang, rintangan itu akan diatasi atau dengan
kata lain tikus akan melalui jalan itu.
4.
Konflik Motif
Keadaan sehari-hari menunjukkan bahwa kadang-kadang
orang menghadapi beberapa macam motif yang saling bertentangan satu dengan yang
lain. Misalnya pada suatu waktu seseorang mempunyai motif untuk belajar, tetapi
juga mempunyai motif untuk melihat film. Dengan keadaan demikian maka akan
terjadi pertentangan atau konflik dalam diri orang tersebut antara motif yang
satu dengan motif yang lain. Jadi konflik motif akan terjadi bila adanya
beberapa tujuan yang ingin dicapai sekaligus secara bersamaan. Ada beberapa
kemungkinan respon yang dapat diambil bila individu menghadapi bermacam-macam
motif, yaitu :
·
Pemilihan
atau Penolakan
Dalam menghadapi bemacam-macam motif individu dapat
mengambil pemilihan yang tegas. Dalam pemilihan yang tegas individu dihadapkan
kepada situasi dimana individu harus memberikan salah satu respon (pemilihan
atau penolakan) dari beberapa macam objek atau situasi yang dihadapi
·
Kompromi
Jika individu menghadapi dua macam objek atau situasi,
adanya kemungkinan individu dapat mengambil respon yang bersifat Kompromi,
yaitu menggabungkan kedua macam objek tersebut. Tetapi, tidak semua objek atau
situasi dapat diambil respon atau keputusan kompromi. Dalam hal yang akhir ini
individu harus mengambil pemilihan atau penolakan dengan tegas.
·
Meragu-ragukan
(bimbang)
Jika individu diharuskan mengadakan pemilihan atau
penolakan diantara dua objek atau hal yang buruk atau baik, maka sering timbul
kebimbangan pada individu. Kebimbangan terjadi karena masing-masing objek
mempunyai nilai-nilai positif ataupun negative, kedua-duanya mempunyai sifat
atau segi yang menguntungkan tetapi juga mempunyai segi yang merugikan.
Kebimbangan umumnya tidak menyenangkan bagi individu
dan kadang-kadang meimbulkan perasaan yang mengacaukan hingga keadaan psikis
individu mengalami hambatan-hambatan. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara
individu mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan dan pemeriksaan
seteliti-telitinya segala aspek dari objek tersebut segala untuk ruginya,
sehingga mungkin perlu membuat sesuatu daftar alasan-alasan hingga dengan
demikian keputusan itu menunjukkan keputusan yang sebaik-baiknya.
5.
Peran Motivasi dalam mencapai
keberhasilan Belajar
motivasi merupakan salah satu unsur dalam mencapai
prestasi belajar yang optimal selain kondisi kesehatan secara umum, intelegensi
dan bakat minat. Seorang anak didik bukan tidak bisa mengerjakan sesuatu,
tetapi ketidakbisaan itu disebabkan oleh kemauan yang tidak terlalu banyak
terhadap pekerjaan itu. Motif yang kurang menyebabkan dorongan dan
kemauan tidak kuat, sehingga hasil kerjanya tidak sesuai dengan kecakapan.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri individu yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki akan
tercapai. Jika individu mempunyai motivasi belajar yang tinggi, maka individu
tersebut akan mencapai prestasi yang baik.
Motivasi belajar merupakan factor psikis yang bersifat
non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam penumbuhan gairah, perasaan
dan semangat untuk belajar. Dengan demikian motivasi memiliki peran strategis
dalam belajar, baik pada saat memulai belajar, saat sedang belajar maupun saat
berakhirnya belajar. Agar perannya lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi
dalam aktifitas belajar haruslah dijalankan. Prinsip-Prinsip tersebut adalah :
- Motivasi
sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar
- Motivasi
intrinsic lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar
- Motivasi
berupa pujian lebih baik daripada hukuman
- Motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan belajar
- Motivasi
dapat memupuk optimisme dalam belajar
- Moivasi
melahirkan prestasi dalam belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Motif adalah keadaan dalam diri
subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu.
Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila
seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri
subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik.
B. Saran
Demikian yang dapat kami sajikan dalam
makalah ini. Mungkin masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Kami membuka
lebar pintu kritik dan saran bagi yang berkenan, untuk pembenahan makalah ini.
Sehingga kesalahan yang ada dapat dibenahi, serta menjadi pelajaran untuk
pembuatan makalah yang lebih sempurna lagi.
Kesalahan dalam belajar adalah sesuatu
yang wajar dan maklum. Tetapi perlu adanya perbaikan sehingga kesalahan yang
sama tidak terulang lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis, umumnya bagi semua yang berkenan menelaah tulisan kami ini. Sekian,
terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar