Kamis, 21 Agustus 2014

motif-motif dalam psikologi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan sumbangsih dari ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia pendidikan dalam kegiatan pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar, sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta beberapa kegiatan utama dalam pendidikan terhadap peserta didik, pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara sempurna dan tepat guna.

Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan
perilakunya secara efektif.

Dunia pendidikan khususnya di sekolah, memegang peranan penting dalam proses belajar selain instasi sekolah adalah adanya kerjasama antara guru dan siswa. Seorang guru memegang peranan penting dalam membentuk siswanya. Tidak hanya membentuk dalam bentuk pola pikir atau pengetahuan, seorang guru juga dituntut untuk dapat membentuk siswanya dari segi tingkah laku dan emosional siswa.Seorang guru juga berperan sebagai pengganti orang tua atau orang tua kedua bagi siswa disekolah. Sehingga seorang guru harus dapat dan mampu memberikan contoh yang posistif atau memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Di sekolah sering sekali terdapat anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan lain sebagainya. Dalam hal demikian berarti bahwa guru tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat untuk mendorong dan memberi semangat bagi anak didiknya agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh
.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dalam makalah ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apakah motif itu?
2.      Apa saja macam-macam motif itu ?
















BAB II
PEMBAHASAN

1.         Pengertian
Secara etimologi, motif dalam bahasa inggris motive, berasal dari motion, yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”, yang menunjuk pada gerakan manusia sebagai “tingkah laku”. Dalam psikologi motif berarti rangsangan pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku itu.

Dalam motif, pada umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu kebutuhan dan tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kadua unsur ini terjadi dalam tubuh manusia, walaupun dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari luar diri manusia. Karena itu, bisa saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu singkat.

Sedangkan menurut Dister, setiap tingkah laku manusia adalah hasil dari hubungan timbal balik antara tiga faktor, yaitu:

1.      Dorongan spontan manusia, yaitu dorongan yang tidak ditimbulkan dengan sengaja. Seperti dorongan seksual, nafsu makan dan kebutuhan akan tidur.
2.     Ke-aku-an manusia, dimana manusia menyetujui dorongan spontan tadi untuk menjadi miliknya, sehingga kemudian menjadi sebuah “kejadian”. Misalnya dengan menunda makan, walaupun ia merasa lapar.
      3.   Lingkungan hidup manusia.

Motif merupakan dorongan dalam diri manusia yang timbul dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia tersebut. ada beberapa kriteria motif, berikut ini adalah motif-motif yang timbul pada diri manusia ketika berkomunikasi:
1.       motif informatif, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan hasrat untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan
2.       motif hiburan, yaitu hal-hal yang berkenaan untuk mendapatkan rasa senang
3.       motif integrasi personal, merupakan motif-motif yang timbul akibat keinginan untuk memperteguh status, kredibilitas, rasa percaya diri, dll
4.       motif integratif sosial, dimaksudkan untuk memperteguh kontak sosial dengan cara berinteraksi dengan keluarga, teman, orang lain
5.       motif pelarian, merupakan motif pelepasan diri dari rutinitas, rasa bosan, atau ketika sedang sendiri
MOTIF
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

2.      Macam-macam Motif
Pendapat mengenai klasifikasi motif itu ada bermacam-macam. Beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan di bawah ini.
a.       Menurut Woodworth dan Marquis (1995: 301-333) dalam (Sumadi Suryabrata, 2004: 71) motif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1)        Kebutuhan-kebutuhan organik, yang meliputi ;
Kebutuhan untuk minum,
Kebutuhan untuk makan,
Kebutuhan untuk bernafas,
Kebutuhan seksual,
Kebutuhan untuk berbuat, dan
Kebutuhan untuk beristirahat.
2)        Motif-motif darurat, yang mencakup:
Dorongan untuk menyelamatkan diri,
Dorongan untuk membalas,
Dorongan untuk berusaha,
Dorongan untuk memburu.
Dorongan ini timbul karena perangsang dari luar. Pada dasarnya dorongan-dorongan ini telah ada sejak lahir, tetapi bentuk-bentuknya tertentu yang sesuai dengan perangsang tertentu berkembang karena dipelajari.
3)        Motif-motif objektif, yang mencakup:
Kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan eksplorasi,
Kebutuhan untuk melakukan manipulasi,
Kebutuhan untuk menaruh minat.
Motif-motif ini timbul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar (sosial dan non sosial) secara efektif.
b.      Penggolongan lain dalam (Sumadi Suryabrata, 2004: 71-72) didasarkan atas terbentuknya motif-motif itu. Berdasarkan atas hal ini dapat dibedakan adanya dua macam motif, yaitu:
1)                       Motif-motif bawaan, yaitu motif-motif yang dibawa sejak lahir, jadi ada tanpa dipelajari, seperti:
Dorongan untuk  makan,
Dorongan untuk minum,
Dorongan untuk bergerak dan beristirahat,
Dorongan seksual.
Motif-motif ini seringkali disebut juga motif-motif yang disyaratkan secara biologis, artinya ada dalam warisan biologis manusia.
2)                       Motif-motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbulnya karena dipelajari, seperti:
Dorongan untuk belajar sesuatu cabang ilmu pengetahuan,
Dorongan untuk mengejar sesuatu kedudukan dalam masyarakat, dan sebagainya.
Motif-motif ini seringkali disebut juga motif-motif yang disyaratkan secara sosial, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia maka motif-motif golongan ini terbentuk.
c.       Berdasarkan atas jalarannya (Sumadi Suryabrata, 2004: 72-72), maka orang membedakan adanya  dua macam motif, yaitu:
1)                  Motif-motif ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya orang belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, orang membaca sesuatu karena diberi tahu bahwa hal itu harus dilakukannya sebelum dia dapat melamar pekerjaan, dan sebagainya.
2)                  Motif-motif intrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar. Memang dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya orang yang gemar membaca tidak usah ada yang mendorongnya telah mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya, orang yang rajin dan bertanggung jawab tidak usah menanti komando sudah belajar secara sebaik-baiknya.
d.   Ada juga ahli yang menggolongkan motif-motif itu menjadi dua macam atas dasar isi atau persangkutpautannya dalam (Sumadi Suryabrata, 2004: 73-74), yaitu:
1)    Motif jasmaniah, seperti: refleks, instink, otomatisme, nafsu, hasrat’ dan sebagainya.
2)    Motif rohaniah, yaitu kemauan.
Kemauan itu terbentuk melalui empat momen, seperti disajikan berikut ini.
a)                   Momen timbulnya alasan-alasan:
Misalnya seseorang sedang giat belajar dikamar karena (alasannya) sebentar lagi akan menempuh ujian. Sekonyong-konyong dipanggil ibunya dan disuruh mengantar/menemui tamu melihat pertunjukan wayang orang.
Disini timbul alasan baru: mungkin keinginan menghormati tamu, untuk tidak mengecewakan ibunya, untuk menyaksikan pertunjukan wayang oran tersebut.
b)                  Momen pilih;
Momen pilih, yaitu keadaan dimana ada alternatif-alternatif, yang mengakibatkan persaingan antara alasan-alasan itu. Di sini orang menimbang-nimbang dari berbagai segi untuk menentukan pilihan, alternatif mana yang dipilih.
c)                   Momen putusan:
Momen perjuangan alasan-alasanberakhir dengan dipilihnya salah satu alternatif, dan ini menjadi putusan, ketetapan yang menentukan aktivitas yang akan dilakukan.
d)                  Momen terbentuknya kemauan:
Dengan diambilnya sesuatu keputusan, maka timbullah di dalam batin manusia dorongan untuk bertindak, melakukan putusan tersebut.

3.      Kekuatan Motif
Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan kekuatan motif yang lain.Berhubung dengan hal tersebut beberapa eksperimen dilaksanakan untuk mengetahui tentang kekuatan motif-motif itu.
Eksperimen banyak dilakukan dengan hewan karena beberapa pertimbangan :
  1. Hewan lebih mudah dapat dikontrol karena sifat kesederhanaannya sedangkan kehidupan social manusia sangat kompleks.
  2. Pada hewan tidak ada kesadaran tentang pribadinya, karena itu hewan tidak mempunyai perasaan malu atau perasaan harga diri.
  3. Bila ada sesuatu hal yang tidak diinginkan sebagai akibat ddari eksperimen resikonya tidak besar.
Sekalipun demikian ini tidk berarti bahwa eksperimen pada manusia tidak dapat dilaksanakan.
Contoh Eksperimen yang menggunakan tikus putih. Metode yang dipeergunakan dengan “obstruction method “ (metode penghalang). Penghalangnya merupakan jari-jari yang diberi aliran listrik bila tikus akan melalui jalan atau gang itu.
Tikus diberi insetif yang bewujud makanan, minuman atau benda-benda lain yang pada pokoknya dapat digunakan sebagai alat penarik (insentif) agar tikus mau melalui jalan itu untuk menuju ketempat ujung disebelah lain. Bila tikus akan melalui penghalang, penghalang diberi aliran listrik hingga keadaan ini memberikan gangguan terhadap tikus yang akan melaluinya : Dengan adanya gangguan atau penghalang ada kemungkinan tikus akan kembali lagi, tidak jadi terus. Begitu selanjutnya. Kalau motifnya kuat, sekalipun ada rintangan atau penghalang, rintangan itu akan diatasi atau dengan kata lain tikus akan melalui jalan itu.

4.      Konflik Motif
Keadaan sehari-hari menunjukkan bahwa kadang-kadang orang menghadapi beberapa macam motif yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya pada suatu waktu seseorang mempunyai motif untuk belajar, tetapi juga mempunyai motif untuk melihat film. Dengan keadaan demikian maka akan terjadi pertentangan atau konflik dalam diri orang tersebut antara motif yang satu dengan motif yang lain. Jadi konflik motif akan terjadi bila adanya beberapa tujuan yang ingin dicapai sekaligus secara bersamaan. Ada beberapa kemungkinan respon yang dapat diambil bila individu menghadapi bermacam-macam motif, yaitu :
·         Pemilihan atau Penolakan
Dalam menghadapi bemacam-macam motif individu dapat mengambil pemilihan yang tegas. Dalam pemilihan yang tegas individu dihadapkan kepada situasi dimana individu harus memberikan salah satu respon (pemilihan atau penolakan) dari beberapa macam objek atau situasi yang dihadapi
·         Kompromi
Jika individu menghadapi dua macam objek atau situasi, adanya kemungkinan individu dapat mengambil respon yang bersifat Kompromi, yaitu menggabungkan kedua macam objek tersebut. Tetapi, tidak semua objek atau situasi dapat diambil respon atau keputusan kompromi. Dalam hal yang akhir ini individu harus mengambil pemilihan atau penolakan dengan tegas.
·         Meragu-ragukan (bimbang)
Jika individu diharuskan mengadakan pemilihan atau penolakan diantara dua objek atau hal yang buruk atau baik, maka sering timbul kebimbangan pada individu. Kebimbangan terjadi karena masing-masing objek mempunyai nilai-nilai positif ataupun negative, kedua-duanya mempunyai sifat atau segi yang menguntungkan tetapi juga mempunyai segi yang merugikan.
Kebimbangan umumnya tidak menyenangkan bagi individu dan kadang-kadang meimbulkan perasaan yang mengacaukan hingga keadaan psikis individu mengalami hambatan-hambatan. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara individu mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan dan pemeriksaan seteliti-telitinya segala aspek dari objek tersebut segala untuk ruginya, sehingga mungkin perlu membuat sesuatu daftar alasan-alasan hingga dengan demikian keputusan itu menunjukkan keputusan yang sebaik-baiknya.
5.      Peran Motivasi dalam mencapai keberhasilan Belajar
motivasi merupakan salah satu unsur dalam mencapai prestasi belajar yang optimal selain kondisi kesehatan secara umum, intelegensi dan bakat minat. Seorang anak didik bukan tidak bisa mengerjakan sesuatu, tetapi ketidakbisaan itu disebabkan oleh kemauan yang tidak terlalu banyak terhadap pekerjaan itu. Motif  yang kurang menyebabkan dorongan dan kemauan tidak kuat, sehingga hasil kerjanya tidak sesuai dengan kecakapan.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki akan tercapai. Jika individu mempunyai motivasi belajar yang tinggi, maka individu tersebut akan mencapai prestasi yang baik.
Motivasi belajar merupakan factor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam penumbuhan gairah, perasaan dan semangat untuk belajar. Dengan demikian motivasi memiliki peran strategis dalam belajar, baik pada saat memulai belajar, saat sedang belajar maupun saat berakhirnya belajar. Agar perannya lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam aktifitas belajar haruslah dijalankan. Prinsip-Prinsip tersebut adalah :
  1. Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar
  2. Motivasi intrinsic lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajar
  3. Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman
  4. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajar
  5. Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar
  6. Moivasi melahirkan prestasi dalam belajar.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik.

B.     Saran
Demikian yang dapat kami sajikan dalam makalah ini. Mungkin masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Kami membuka lebar pintu kritik dan saran bagi yang berkenan, untuk pembenahan makalah ini. Sehingga kesalahan yang ada dapat dibenahi, serta menjadi pelajaran untuk pembuatan makalah yang lebih sempurna lagi.
Kesalahan dalam belajar adalah sesuatu yang wajar dan maklum. Tetapi perlu adanya perbaikan sehingga kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua yang berkenan menelaah tulisan kami ini. Sekian, terima kasih.




Read More ->>

PENDIDIKAN NON FORMAL


JUDUL            : PENDIDIKAN NON FORMAL
A.   P E N D A H U L U A N
Kesulitan Dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.
Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada, seperti pesantren, dan pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah jauh sebelum Indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan diminati serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan lembaga-lembaga tersebut karena tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan adanya kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat.
Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaaraan program pendidikannya.
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Fasli Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah.
Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat

B.   Konsep Dasar Pendidikan Non Formal

           Pendidikan adalah salah satu upaya manusia bagaimana mengembangkan diri baik secara personal maupun secara organisasi. Dimana peranan pendidikan merupakan kunci utama dalam kemajuan suatu bangsa , sehingga pendidikan mempunyai peranan sentral dalam kehidupan menusia dan sekaligus diamanat oleh UUD 1945 dalam pembukaannya  yang menyebutkan tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 tahun 2003 bahwa pendidikan dibagi menjadi 3 besar : 
1. Pendidikan Formal 
2.Pendidikan Non Formal 
3. Pendidikan Informal
        Pendidikan Formal adalah jenjang pendidikan yang bertahap dan terstruktur baik secara lembaga maupun pengelolaan, sedang Pendidikan  Non Formal adalah pendidikan yang berjenjang dan berstruktur namun mempunyai fleksibilitas dibandingkan pendidikan Formal, sedangkan pendidikan Informal adalah Pendidikan yang dilaksanakan berbasis kekeluargaan.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. 

Sedangkan menurut Axin, pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja oleh warga dan pembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi di luar sistem persekolahan.
Yang menjadi pembahasan pada saat ini pada bagian pendidikan Non Formal dimana jenis Pendidikan ini walaupun sering dilaksanakan oleh mayasrakat , tetapi terkdang mereka tidak arti yang sebenarnya dari pendidikan Non Formal itu sendiri.
Konsep Dasar Pendidikan Non Formal ada 3 jenis :
1. Suplemen
2. Kompelemen
3. Subsitusi
          a. Pendidikan Non Formal sebagai Suplemen adalah dimana Pendidikan Non Frmal sebagai Penambah (suplemen). Dimana seseorang yang sudah menamatkan Pendidikan Formal ingin menambah pengeratahuan/keterampilan kecakapan hidupnya dia bisa mengikuti pendidikan tambahan berupa pendidikan kusrsus dan kecakapan hidup.
          b. Pendidikan Non Formal sebagai Kompelen (Pelengkap ) dimana pendidikan Non Formal sebagai pelenggkap seseorang dalam memenuhi pendidikan Formalnya   
          c. Pendidikan Non Formal sebagai Substituti (Pengganti) dimana seseorang yang sama sekali tidak menikmati pendidikan Formal dia dapat mengikuti Pendididkan Non Formal sebagai Pengganti . Contoh seseorang yang tidak pernah belajar di SD mereka dapat mengikuti Program Paket A begitupun juga paket B dan C.
Pendidikan Non Formal  sifatnya lebih fleksibel dalam arti luas waktu penyelenggaranya disesuaikan dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan, tahun ataupun hari, sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat digunakan untk memperole kecakapan atau keteranmpilan yang dapat digunakan dalam menopang kehidupannya.

C.   FAKTOR PEMICU PENDIDIKAN NON FORMAL

Indonesia memiliki masalah – masalah kependidikan yang cukup memprihatinkan. Masalah ini sesungguhnya sudah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini, dan mungkin untuk masa yang akan datang.  Ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata keadaan Negara dalam kondisi yang sangat menyedihkan :
1.      Harta kekayaan Negara sudah bersih terkuras oleh pemerintah penjajah Hindia – Belanda dan tentara penduduk Jepang
2.      Negara baru yang diproklamasikan dalam keadaan rusak poak – poranda sebagai akiibat dari perang dunia II
3.      Ternyata proklamasi tersebut mengundang tantangan pisik yang sangat berat dan berlarut – larut, baik dari pihak sekutu maupun dari pihak Belanda (1945 – 1949)
4.      Keadaan penduduk Indonesia yang pada waktu itu diperkirakan berjumlah 60 juta jiwa, 80 persen ternyata sama seklai tidak berpendidikan
5.      Menghadapi berbagai macam rintangan dalam bentuk campur tangannya Negara asing, permainan subversi yang bertujuan meruntuhkan berdirinya Negara kesatuan republik Indonesia, serta pergolakan politik dan pemberontakan dalam negeri yang terjadi beberapa kali sampai keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959
6.      Menghadapi ke tidakstabilan dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan negara yang memuncak sehingga prpogram – program yang direncanakan menuai kegagalan dan tidak pernah sampai tujuan yang diharapkan
Program pembangunan mulai direncanakan, diletakkan diatas pondasi yang kuat dengan mempergunakan landasan idial, landasan konstitusional dan landasan operasional yang meyakinkan, serta dilaksanakan secara bertahap. Pendidikan memegang peranan penting dalam program – program pembangunan, bahwa sangat menentukan keberhasilanpembangunan. Dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, pasal 31 Undang – undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa :
1.      Tiap – tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran
2.      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional
Bertolak daari pasal ini pemerintah  maupun pihak swasta secara berangsur – angsur mulai membuka banyak sekolah – sekolah dan perguruan tinggi baru untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat.  Namun kemudian muncul masalah – masalah nasional yang lain, sehingga program dan kegiatan serta usaha – usaha pendidikan kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Program pendidikan formal di sekolah menghadapi masalah – masalah baru seperti :
1.      Ruang sekolah yang penuh sesak dan kekurangan peralatan belajar
2.      Pendidik yang kurang dipersiapkan dan sudah terpaku pada metode mengajar yang membosankan yang memang sukar dihindari dalam kondisi di masa lalu
3.      Kurikulum akademis yang mengabaikan pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan masyarakat
4.      Jumlah peserta didik putus sekolah yang berlebihan dan yang tidak naik kelas
5.      Para lulusan yang tidak puas dan menganggur
6.      Suatu struktur yang administrasi yang bahkan sukar untuk mempertahankan sistem yang ada, apalagi memperbaikinya

Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menimbulkan masalah baru, dan merupakan masalah nasional yang paling utama dan memerlukan penanganan yang serius dan bijaksana. Salah satu penangannya adalah dengan melaksanakan rangkaian program pembangunan lima tahun diantara :
1.      Program Keluarga Berencana
2.      Memberi kesempatan kepada wanita untuk memperoleh pendidikan sehingga dapat memperoleh pekerjaan
3.      Memperhatikan masalah pendidikan bagi pemuda termasuk lapangan pekerjaan
4.      Di adakannya Transmigrasi
5.      Proses pergeseran mata pencaharian yang cukup drastic dari sector pertanian kesektor industry dan jasa
Kemiskinan merupakan fenomena yang masih sulit dipecahkan oleh bangsa Indonesia. Dari kemiskinan muncul maslah – masalah baru, seperti kebodohan, kesenjangan sosial, kelaparan, masalah kesehatan dan tindak kriminalitas yang semakin hari semakin meningkat. Sejumlah upaya yang langsung diberikan dalam mengurangi kemiskinan, antara lain : program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri, program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dilaksanakan oleh Departemen Sosial, Takesra dan Kukesra yang dilakukan oleh BKKBN dan berbagai bentuk lainnya.
Masalah lain yang melatarbelakangi konsep dasar perlunya pendidikan nonformal adalah kenyataan bahwa usaha – usaha pembangunan yang selama ini dilaksanakan ternyata tidak berjalan lancer karena adanya berbagai macam kebatasan dan hambatan, baik yang bersumber pada kualitaas manusianya, lingkungan alamnya maupun yang bersumber pada dana pembangunan. Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata dan adil.

 KRITIK TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL
Sudah bertahun-tahun lamanya pendidikan formal melayani masyarakat, tahun lalu pendidikan ini berlangsung dengan tenang dan dikatakan tidak ada masalah. Namun pada akhir-akhir ini banyak masalah yang dihadapi hingga muncul berbagai kritik yang kurang menyenangkan, persoalan itu antara lain berupa :
1.      Semakin maju dan berkembangnya IPTEK yang menimbulkan dampak positif dalam masyarakat.
2.      Terjadinya perubahan pada masyarakat yang mengarah pada kemajuan sebagai akibat berkembangnya IPTEK.
3.      Timbul masalah penduduk, laju pertumbuhan angka kelahiran jauh lebih tinggi dari angka kematian.
4.      Munculnya program-program pembaharuan dengan segala macam keterbatasan dan kemampuan yang menuntut partisipasi penuh seluruh warga masyarakat.
5.      Rendahnya tingkat pendididkan  warga desa terutama bagi generasi tua dan kaum wanita.
6.      Tingginya anak putus sekolah demi bekerja membantu orang tuanya.
7.      Meningkatnya masalah sosial.
Masalah nasional yang dihadapi dewasa ini antara lain :
1.      Taraf pendidikan rendah.
2.      Lapangan kerja terbatas.
3.      Kemiskinan di tengah kemewahan.
4.      Kerusakan lingkungan.
5.      Kecenderungan kehilangan kepercayaan pada lembaga-lembaga.
6.      Inflasi dan kesulitan militer lainnya.
7.      Isu tentang global warming, perubahan iklim.
Disamping persoalan tersebut muncul pula berbagai kritik dari tokoh-tokoh dibawah ini :
1.      Philip H Goombs
Pada umumnya rakyat di Negara berkembang masih berada dalam kebodohan dan tingkat hidupnya di bawah kemiskinan.
2.      Ivan Illich
Sistem persekolahan bukan tempat yang menyenangkan, karena berlaku aturan-aturan birokratis dan diskriminasi yang tajam antara guru dan murid.
3.      Paulo Freire
Mendasarkan pada 6 macam konsepsi dasar yaitu :
a)      Kebudayaaan diam dalam artian kesenjangan sosial.
b)      Domestikasi/penjinakan, yaitu semacam pihak yang ditindas itu peserta didik.
c)      Konsep dasar perbankan dimana setiap guru mendepositokan ilmunya kepada murid.
d)     “Praxis” pendidikan memaksa orang agar mau dan mampu mengambil sikap dan melakukan perbuatan setelah mengadakan pengukuran dan penilaian terhadap dirinya sendiri.
e)      Konsep dasar menyadarkan, yaitu memahami diri sendiri dan lingkungannya, baik alam maupun manusia.
f)       Konsep dasar bersifat metodelogis, yaitu menggunakan gambar sebagai metode pendekatan.

4.      Carl Rogers
Mempunyai konsep dasar pendidikan yang lebih bersikap manusiawi. Dia mendasarkan diri pada teori penyuluhan, bahwa program pendidikan yang terbaik adalah berpusat pada peserta didik.
5.      B. F. Skiner
Beliau tidak setuju dengan konsep dasar milik Rogers yang mengenai program pendidikan tidak terarah dan yang dikemukakan oleh Illich dan Freire tentang belajar yang berpusat pada peserta didik. Menurutnya seluruh kegiatan pendidikan harus berorientasi pada dua sumber, yaitu lingkungan dan tingkah laku manusia karena keduanya saling bergantung dan saling mempengaruhi.
6.      Jerome S. Bruner
Suatu konsep otonomi, bahwa proses belajar itu sangat tergantung pada ada atau tidak adanya minat atau perhatian peserta didik, serta seberapa besar kualitas dan kuantitas minat atau perhatian tersebut.
7.      Malcolm Knowles
Konsep dasar teorinya melalui pendekatan system yang humanistis dalam proses belajardanmembelajarkan, terutama bagi peserta didik atau warga belajar yang terdiri dari orang dewasa. Mina tdan perhatian untuk belajar ada hubungannya dengan kebutuhan psikologis, dimana seseorang ingin mengetahui sesuatu atas kehendak sendiri dan hendaknya orang lain dapat membantu melayani kehendaknya itu

 PENDIDIKAN NON – FORMAL SEBAGAI SUB – SISTEM PENDIDIKAN FORMAL
                  Sistem pendidikan nasional mempunyai dua sub-sistem yaitu sub – sistem pendidikan formal (in school education) dan sub-sistem pendidikan nonformal dan informal (out of school education). Kedua sub-sistem itu saling menopang satu sama lain dan menpunyai kedudukan yang sejajar. Sub-sistem pendidikan formal persekolahan melayani semua bentuk pendidikan formal di lingkungan sekolah, sedangakn sub sistem pendidikan non formal menyelenggarakan semua bentuk kegiatan pendidikan non formal dan pendidikan informasi yang berlangsung di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Asas pendidikan seumur hidup ini juga dipakai sebagai landasan konsep kerja oleh direktorat pendidikan masyarakat. Ada 3 pandanngan pokok yang melandasi sistem pendidikan nasional kita :
1.      Bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup, itu berarti bahwa usaha pendidikan dimulai sejak seorang anak dilahirkan sampai dia tutup usia.
2.      Bahwa tanggungjawab pendidikan di tanggung bersama oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah .
3.      Bahwa pendidikan itu mutlak diperlukan untuk pembangunan nasional artinya pembinaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien akan mempercepat lajunya pembangunan nasional.
Dengan ini maka pendidikan nonformal merupakan sub sistem pendidikan nasional yang turut membantu membina manusia seutuhnya dan membina pelaksaan konsep pendidikan seumur hidup. Oleh karena itu pula pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan fungsional termasuk keparamukaan, latihan – latihan keterampilan dan pemberdayaan masyarakat kurang beruntung dikembangkan diperluas dengan mendayagunakan potensi insani dan potensi alamiah dan pemanfaatan sarana dan prasarana lingkungan.


D.   PENDIDIKAN NONFORMAL BERBASIS MASYARAKAT
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.~
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-ubah.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk merddesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu dilingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, community-based education could be defined as an educational process by which individuals (in this case adults) become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an effort to live in and gain more control over local aspects of their communities through democratic participation. Artinya, pendidikan berbasis masvarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut:

… as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by engaging with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to develop voluntar-ily a range of learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal, social, econornic and political need.”
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan, melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih balk. Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada di tangan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Baik masyarakat kota ataupun desa, mereka telah memiliki potensi untuk mengatasi masalah mereka sendiri berdasarkan sumber daya vang mereka miliki serta dengan memobilisasi aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber-dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain .
2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur yang digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan berpartisipasi dan keingin berpartisipasi.
3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dalam perkembangannya, community-based education merupakan sebuah gerakan nasional di negara berkemang seperti Indonesia. community-based education diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan yang berdasarkan pada community-based education akan menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal (Sudjana. 1984). pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh. Kedua, ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.
Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kelima, aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.
4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk pembangunan masyarakat
Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pendidikan tersebut sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang tepat akan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan/pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan.
Pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat sebagai istilah-istilah yang dimaksud dalam pembahasan ini mengandung arti yang bersamaan. Pengembangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan, bila dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan suatu ketimpangan, sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk mencoba lebih seimbang diantara keduanya. pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat tersebut menunjukkan suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi untuk memajukan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yang dilakukan di dalam satu kesatuan Wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa terdiri dari daerah pedesaan atau daerah perkotaan.
Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan kualitas kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau lingkungannya ke arah yang lebih baik. Agar pembangunan itu berhasil, maka pembangunan haruslah menjadi jawaban yang wajar terhadap kebutuhan perorangan, masyarakat dan Pemerintah baik di tingkat desa, daerah ataupun di tingkat nasional. Dengan demikian maka isi, kegiatan dan tujuan pengembangan masyarakat akan erat kaitannya dengan pembangunan nasional.
TR Batten menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat ialah proses yang dilakukan oleh masyarakat dengan usaha untuk pertama-tama mendiskusikan dan menentukan kebutuhan atau keinginan mereka, kemudian merencanakan dan melaksanakan secara bersama usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka itu (Batten, 1961). Dalam proses tersebut maka keterlibatan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut. Tahap pertama, dengan atau tanpa bimbingan fihak lain, masyarakat melakukan identifikasi masalah, kebutuhan, keinginan dan potensi-potensi yang mereka miliki. Kemudian mereka mendiskusikan kebutuhan-kebutuhan mereka, menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan itu berdasarkan tingkat keperluan, kepentingan dan mendesak tidaknya usaha pemenuhan kebutuhan. Dalam identifikasi kebutuhan itu didiskusikan pula kebutuhan perorangan, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan Pemerintah di daerah itu. Mereka menyusun urutan prioritas kebutuhan itu sesuai dengan sumber dan potensi yang terdapat di daerah mereka. Tahap kedua, mereka menjajagi kemungkinan-kemungkinan usaha atau kegiatan yang dapat mereka lakukan, untuk memenuhi kebutuhan itu. apakah sesuai dengan sumber-sumber yang ada dan dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dalam kegiatan itu. Selanjutnya mereka menentukan pilihan kegiatan atau usaha yang akan dilakukan bersama. Tahap ketiga, mereka menentukan rencana kegiatan, yaitu program yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa memiliki dikalangan masyarakat. Rasa pemilikan bersama itu menjadi prasarat timbulnya rasa tanggung jawab bersama untuk keberhasilan usaha itu. Tahap keempat ialah melaksanakan kegiatan. Dalam tahap keempat ini motivasi perlu dilakukan. Di samping itu komunikasi antara pelaksana terus dibina. Dalam tahap pelaksanaan ini akan terdapat masalah yang menuntut pemecahan. Pemecahan masalah itu dilakukan setelah dirundingkan bersama oleh masyarakat dan para pelaksana. Tahap kelima, penilaian terhadap proses pelaksanaan kegiatan, terhadap hasil kegiatan dan terhadap pengaruh kegiatan itu. Untuk kegiatan yang berkelanjutan, hasil evaluasi itu dijadikan salah satu masukan untuk tindak lanjut kegiatan atau untuk bahan penyusunan program kegiatan baru. Semua tahapan kegiatan itu dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Pengembangan masyarakat yang bertumpu pada kebutuhan dan tujuan pembangunan nasional itu memiliki dua jenis tujuan. Tujuan-tujuan itu dapat digolongkan kepada tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dengan sendirinya mengarah dan bermuara pada tujuan nasional, sedangkan tujuan khusus yaitu perubahan-perubahan yang dapat diukur yang terjadi pada masyarakat. Perubahan itu menyangkut segi kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri setelah melalui program pengembangan masyarakat. Perubahan itu berhubungan dengan peningkatan taraf hidup warga masyarakat dan keterlibatannya dalam pembangunan. Dengan kata lain tujuan khusus itu menegaskan adanya perubahan yang dicapai setelah dilakukan kegiatan bersama, yaitu berupa perubahan tingkah laku warga masyarakat. Perubahan tingkah laku ini pada dasarnya merupakan hasil edukasi dalam makna yang wajar dan luas, yaitu adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan aspirasi warga masyarakat serta adanya penerapan tingkah laku itu untuk peningkatan kehidupan mereka dan untuk peningkatan partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan masyarakat itu bisa terdiri dari partisipasi buah fikiran, harta benda, dan tenaga (Anwas Iskandar, 1975). Dalam makna yang lebih luas maka tujuan pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pengembangan demokratisasi, dinamisasi dan modernisasi (Suryadi, 1971).
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan di sini ialah keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan pengembangan masyarakat didasarkan pada program-program yang disusun oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan tugas dalam pembangunan masyarakat. Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan pada program-program pembangunan masyarakat yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sendiri.
Prinsip-prinsip di atas memperjelas makna bahwa program-program pendidikan nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius agar hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka
Dalam hal ini perlu disadiri bahwa pengembangan masyarakat itu akan lancar apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi untuk membangun serta telah tumbuh kesadaran dan semangat mengembangkan diri ditambah kemampuan serta ketrampilan tertentu yang dapat menopangnya, dan melalui kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan nonformal diharapkan dapat tumbuh suatu semangat yang tinggi untuk membangun masyarakat desanya sendiri sabagai suatu kontribusi bagi pembangunan bangsa pada umumnya.

E.    K E S I M P U L A N
Dari apa yang telah diuraikan terdahulu dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan Pendidikan Nonformal sebagai berikut :
• pendidikan nonformal merupakan sub sistem pendidikan nasional yang turut membantu membina manusia seutuhnya dan membina pelaksaan konsep pendidikan seumur hidup. Oleh karena itu pula pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan fungsional termasuk keparamukaan, latihan – latihan keterampilan dan pemberdayaan masyarakat kurang beruntung dikembangkan diperluas dengan mendayagunakan potensi insani dan potensi alamiah dan pemanfaatan sarana dan prasarana lingkungan
• Pendidikan berbasis masyarakat merupakan upaya untuk lebih melibatkan masyarakat dalam upaya-upaya membangun pendidikan untuk kepentingan masyarakat dalam menjalankan perannya dalam kehidupan.
• Pendidikan nonformal berbasis masyarakat merupakan suatu upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal lebih berperan dalam upaya membangun masyarakat dalam berbagai bidangnya, pelibatan masyarakat dalam pendidikan nonformal dapat makin meningkatkan peran pendidikan yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat.
• Untuk mencapai hal tersebut pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan pendidikan nonformal menjadi suatu keharusan, dalam hubungan ini diperlukan tentang pemehaman kondisi masyarakat khususnya di desa berkaitan dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya, serta turut bertanggungjawab dalam upaya terus mengembangkan pendidikan yang berbasis masyarakat, khususnya masyarakat desa



F.    DAFTAR PUSTAKA

Prof. H. M. Saleh Marzuki, M. Ed. (2010). Pendidikan Nonfromal, Rosda, Malang
Drs. H. Isjoni, M. Si., Ph. D. (2009). Menuju Masyarakat Belajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

































SOAL :

1.    Apakah yang dimaksud dengan pendidikan Non Formal ?
·         Pendidikan Formal adalah jenjang pendidikan yang bertahap dan terstruktur baik secara lembaga maupun pengelolaan, sedang Pendidikan  Non Formal adalah pendidikan yang berjenjang dan berstruktur namun mempunyai fleksibilitas dibandingkan pendidikan Formal, sedangkan pendidikan Informal adalah Pendidikan yang dilaksanakan berbasis kekeluargaan.
2.    Sebutkan dan jelaskan Konsep Dasar Pendidikan Non Formal ?
·         Pendidikan Non Formal sebagai Suplemen adalah dimana Pendidikan Non Frmal sebagai Penambah (suplemen).
·         Pendidikan Non Formal sebagai Kompelen (Pelengkap ) dimana pendidikan Non Formal sebagai pelenggkap seseorang dalam memenuhi pendidikan Formalnya   
·         Pendidikan Non Formal sebagai Substituti (Pengganti) dimana seseorang yang sama sekali tidak menikmati pendidikan Formal dia dapat mengikuti Pendididkan Non Formal sebagai Pengganti
3.    Apa pandanngan pokok yang melandasi sistem pendidikan nasional kita?
·         Bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup, itu berarti bahwa usaha pendidikan dimulai sejak seorang anak dilahirkan sampai dia tutup usia.
·         Bahwa tanggungjawab pendidikan di tanggung bersama oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah .
·         Bahwa pendidikan itu mutlak diperlukan untuk pembangunan nasional artinya pembinaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien akan mempercepat lajunya pembangunan nasional.
4.    Sebutkan pendidikan berbasis masyarakat Menurut Michael W. Galbraith ?
·         Self determination (menentukan sendiri)
·         Self help (menolong diri sendiri)
·         Leadership development (pengembangan kepemimpinan)
·         Localization (lokalisasi).
·         Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan
·         Accept diversity (menerima perbedaan)
·         Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan)
·         Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup)
5.    Sebutkan UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat ?
·         Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
·         Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan
·         Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber-dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.







Read More ->>

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.