JUDUL :
PENDIDIKAN NON FORMAL
A. P E N D A H
U L U A N
Kesulitan Dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh
lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk
mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang
dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf
yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya
untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat
bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas,
sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat
dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan
agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat
untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.
Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah
berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada,
seperti pesantren, dan pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah
jauh sebelum Indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai,
dihargai dan diminati serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan
lembaga-lembaga tersebut karena tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola
oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan
adanya kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi
kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi nyata masyarakat.
Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis
kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar
keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan
masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya
pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu
menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaaraan
program pendidikannya.
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Fasli
Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar
sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat,
maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di
masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan
masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan
oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi
masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah.
Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana
hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau
belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk
mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni
pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat
B.
Konsep Dasar Pendidikan Non Formal
Pendidikan adalah salah satu upaya manusia bagaimana mengembangkan diri baik
secara personal maupun secara organisasi. Dimana peranan pendidikan merupakan
kunci utama dalam kemajuan suatu bangsa , sehingga pendidikan mempunyai peranan
sentral dalam kehidupan menusia dan sekaligus diamanat oleh UUD 1945 dalam
pembukaannya yang menyebutkan tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Menurut Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 tahun 2003 bahwa
pendidikan dibagi menjadi 3 besar :
1.
Pendidikan Formal
2.Pendidikan
Non Formal
3.
Pendidikan Informal
Pendidikan Formal adalah jenjang pendidikan yang bertahap dan terstruktur baik
secara lembaga maupun pengelolaan, sedang Pendidikan Non Formal adalah
pendidikan yang berjenjang dan berstruktur namun mempunyai fleksibilitas
dibandingkan pendidikan Formal, sedangkan pendidikan Informal adalah Pendidikan
yang dilaksanakan berbasis kekeluargaan.
Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.
Sedangkan
menurut Axin, pendidikan
nonformal adalah
kegiatan belajar yang disengaja
oleh warga dan pembelajar di dalam suatu
latar yang diorganisasi (berstruktur) yang terjadi di luar sistem persekolahan.
Yang
menjadi pembahasan pada saat ini pada bagian pendidikan Non Formal dimana jenis
Pendidikan ini walaupun sering dilaksanakan oleh mayasrakat , tetapi terkdang
mereka tidak arti yang sebenarnya dari pendidikan Non Formal itu sendiri.
Konsep
Dasar Pendidikan Non Formal ada 3 jenis :
1.
Suplemen
2.
Kompelemen
3.
Subsitusi
a. Pendidikan Non Formal sebagai Suplemen adalah dimana Pendidikan Non Frmal
sebagai Penambah (suplemen). Dimana seseorang yang sudah menamatkan Pendidikan
Formal ingin menambah pengeratahuan/keterampilan kecakapan hidupnya dia bisa
mengikuti pendidikan tambahan berupa pendidikan kusrsus dan kecakapan hidup.
b. Pendidikan Non Formal sebagai Kompelen (Pelengkap ) dimana pendidikan Non
Formal sebagai pelenggkap seseorang dalam memenuhi pendidikan
Formalnya
c. Pendidikan Non Formal sebagai Substituti (Pengganti) dimana seseorang yang
sama sekali tidak menikmati pendidikan Formal dia dapat mengikuti Pendididkan
Non Formal sebagai Pengganti . Contoh seseorang yang tidak pernah belajar di SD
mereka dapat mengikuti Program Paket A begitupun juga paket B dan C.
Pendidikan
Non Formal sifatnya lebih fleksibel dalam arti luas waktu
penyelenggaranya disesuaikan dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa
bulan, tahun ataupun hari, sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat
digunakan untk memperole kecakapan atau keteranmpilan yang dapat digunakan
dalam menopang kehidupannya.
C. FAKTOR PEMICU PENDIDIKAN NON FORMAL
Indonesia memiliki masalah – masalah kependidikan yang cukup
memprihatinkan. Masalah ini sesungguhnya sudah terjadi sejak sebelum Indonesia
merdeka hingga saat ini, dan mungkin untuk masa yang akan datang. Ketika
bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
ternyata keadaan Negara dalam kondisi yang sangat menyedihkan :
1. Harta
kekayaan Negara sudah bersih terkuras oleh pemerintah penjajah Hindia – Belanda
dan tentara penduduk Jepang
2. Negara
baru yang diproklamasikan dalam keadaan rusak poak – poranda sebagai akiibat
dari perang dunia II
3. Ternyata
proklamasi tersebut mengundang tantangan pisik yang sangat berat dan berlarut –
larut, baik dari pihak sekutu maupun dari pihak Belanda (1945 – 1949)
4. Keadaan
penduduk Indonesia yang pada waktu itu diperkirakan berjumlah 60 juta jiwa, 80
persen ternyata sama seklai tidak berpendidikan
5. Menghadapi
berbagai macam rintangan dalam bentuk campur tangannya Negara asing, permainan
subversi yang bertujuan meruntuhkan berdirinya Negara kesatuan republik
Indonesia, serta pergolakan politik dan pemberontakan dalam negeri yang terjadi
beberapa kali sampai keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959
6. Menghadapi
ke tidakstabilan dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan
keamanan negara yang memuncak sehingga prpogram – program yang direncanakan
menuai kegagalan dan tidak pernah sampai tujuan yang diharapkan
Program pembangunan mulai direncanakan, diletakkan
diatas pondasi yang kuat dengan mempergunakan landasan idial, landasan
konstitusional dan landasan operasional yang meyakinkan, serta dilaksanakan
secara bertahap. Pendidikan memegang peranan penting dalam program – program
pembangunan, bahwa sangat menentukan keberhasilanpembangunan. Dalam usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa, pasal 31 Undang – undang Dasar 1945 menyebutkan
bahwa :
1. Tiap
– tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran
2. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional
Bertolak
daari pasal ini pemerintah maupun pihak swasta secara berangsur –
angsur mulai membuka banyak sekolah – sekolah dan perguruan tinggi baru untuk
melayani kebutuhan belajar masyarakat. Namun kemudian muncul masalah
– masalah nasional yang lain, sehingga program dan kegiatan serta usaha – usaha
pendidikan kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Program pendidikan
formal di sekolah menghadapi masalah – masalah baru seperti :
1. Ruang
sekolah yang penuh sesak dan kekurangan peralatan belajar
2. Pendidik
yang kurang dipersiapkan dan sudah terpaku pada metode mengajar yang
membosankan yang memang sukar dihindari dalam kondisi di masa lalu
3. Kurikulum
akademis yang mengabaikan pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan
masyarakat
4. Jumlah
peserta didik putus sekolah yang berlebihan dan yang tidak naik kelas
5. Para
lulusan yang tidak puas dan menganggur
6. Suatu
struktur yang administrasi yang bahkan sukar untuk mempertahankan sistem yang
ada, apalagi memperbaikinya
Pertumbuhan
penduduk yang sangat pesat menimbulkan masalah baru, dan merupakan masalah
nasional yang paling utama dan memerlukan penanganan yang serius dan bijaksana.
Salah satu penangannya adalah dengan melaksanakan rangkaian program pembangunan
lima tahun diantara :
1. Program
Keluarga Berencana
2. Memberi
kesempatan kepada wanita untuk memperoleh pendidikan sehingga dapat memperoleh
pekerjaan
3. Memperhatikan
masalah pendidikan bagi pemuda termasuk lapangan pekerjaan
4. Di
adakannya Transmigrasi
5. Proses
pergeseran mata pencaharian yang cukup drastic dari sector pertanian kesektor
industry dan jasa
Kemiskinan
merupakan fenomena yang masih sulit dipecahkan oleh bangsa Indonesia. Dari
kemiskinan muncul maslah – masalah baru, seperti kebodohan, kesenjangan sosial,
kelaparan, masalah kesehatan dan tindak kriminalitas yang semakin hari semakin
meningkat. Sejumlah upaya yang langsung diberikan dalam mengurangi kemiskinan,
antara lain : program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan oleh
Departemen Dalam Negeri, program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang
dilaksanakan oleh Departemen Sosial, Takesra dan Kukesra yang dilakukan oleh
BKKBN dan berbagai bentuk lainnya.
Masalah lain
yang melatarbelakangi konsep dasar perlunya pendidikan nonformal adalah
kenyataan bahwa usaha – usaha pembangunan yang selama ini dilaksanakan ternyata
tidak berjalan lancer karena adanya berbagai macam kebatasan dan hambatan, baik
yang bersumber pada kualitaas manusianya, lingkungan alamnya maupun yang
bersumber pada dana pembangunan. Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan
taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata
dan adil.
KRITIK
TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL
Sudah
bertahun-tahun lamanya pendidikan formal melayani masyarakat, tahun lalu
pendidikan ini berlangsung dengan tenang dan dikatakan tidak ada masalah. Namun
pada akhir-akhir ini banyak masalah yang dihadapi hingga muncul berbagai kritik
yang kurang menyenangkan, persoalan itu antara lain berupa :
1. Semakin
maju dan berkembangnya IPTEK yang menimbulkan dampak positif dalam masyarakat.
2. Terjadinya
perubahan pada masyarakat yang mengarah pada kemajuan sebagai akibat
berkembangnya IPTEK.
3. Timbul
masalah penduduk, laju pertumbuhan angka kelahiran jauh lebih tinggi dari angka
kematian.
4. Munculnya
program-program pembaharuan dengan segala macam keterbatasan dan kemampuan yang
menuntut partisipasi penuh seluruh warga masyarakat.
5. Rendahnya
tingkat pendididkan warga desa terutama bagi generasi tua dan kaum
wanita.
6. Tingginya
anak putus sekolah demi bekerja membantu orang tuanya.
7. Meningkatnya
masalah sosial.
Masalah nasional yang dihadapi
dewasa ini antara lain :
1. Taraf
pendidikan rendah.
2. Lapangan
kerja terbatas.
3. Kemiskinan
di tengah kemewahan.
4. Kerusakan
lingkungan.
5. Kecenderungan
kehilangan kepercayaan pada lembaga-lembaga.
6. Inflasi
dan kesulitan militer lainnya.
7. Isu
tentang global warming, perubahan iklim.
Disamping persoalan tersebut muncul
pula berbagai kritik dari tokoh-tokoh dibawah ini :
1. Philip
H Goombs
Pada umumnya rakyat di Negara
berkembang masih berada dalam kebodohan dan tingkat hidupnya di bawah
kemiskinan.
2. Ivan
Illich
Sistem persekolahan bukan
tempat yang menyenangkan, karena berlaku aturan-aturan birokratis dan
diskriminasi yang tajam antara guru dan murid.
3. Paulo
Freire
Mendasarkan
pada 6 macam konsepsi dasar yaitu :
a) Kebudayaaan
diam dalam artian kesenjangan sosial.
b) Domestikasi/penjinakan,
yaitu semacam pihak yang ditindas itu peserta didik.
c) Konsep
dasar perbankan dimana setiap guru mendepositokan ilmunya kepada murid.
d) “Praxis”
pendidikan memaksa orang agar mau dan mampu mengambil sikap dan melakukan
perbuatan setelah mengadakan pengukuran dan penilaian terhadap dirinya sendiri.
e) Konsep
dasar menyadarkan, yaitu memahami diri sendiri dan lingkungannya, baik alam
maupun manusia.
f) Konsep
dasar bersifat metodelogis, yaitu menggunakan gambar sebagai metode pendekatan.
4. Carl
Rogers
Mempunyai
konsep dasar pendidikan yang lebih bersikap manusiawi. Dia mendasarkan diri
pada teori penyuluhan, bahwa program pendidikan yang terbaik adalah berpusat
pada peserta didik.
5. B.
F. Skiner
Beliau tidak
setuju dengan konsep dasar milik Rogers yang mengenai program pendidikan tidak
terarah dan yang dikemukakan oleh Illich dan Freire tentang belajar yang
berpusat pada peserta didik. Menurutnya seluruh kegiatan pendidikan harus
berorientasi pada dua sumber, yaitu lingkungan dan tingkah laku manusia karena
keduanya saling bergantung dan saling mempengaruhi.
6. Jerome
S. Bruner
Suatu konsep otonomi, bahwa proses belajar itu sangat
tergantung pada ada atau tidak adanya minat atau perhatian peserta didik, serta seberapa besar kualitas dan kuantitas minat atau perhatian tersebut.
7. Malcolm
Knowles
Konsep dasar
teorinya melalui pendekatan system yang humanistis dalam proses
belajardanmembelajarkan, terutama bagi peserta didik atau warga belajar yang
terdiri dari orang dewasa. Mina tdan perhatian untuk belajar ada hubungannya
dengan kebutuhan psikologis, dimana seseorang ingin mengetahui sesuatu atas
kehendak sendiri dan hendaknya orang lain dapat membantu melayani kehendaknya
itu
PENDIDIKAN NON – FORMAL SEBAGAI SUB – SISTEM
PENDIDIKAN FORMAL
Sistem pendidikan nasional mempunyai dua sub-sistem
yaitu sub – sistem pendidikan formal (in school education) dan sub-sistem
pendidikan nonformal dan informal (out of school education). Kedua sub-sistem
itu saling menopang satu sama lain dan menpunyai kedudukan yang sejajar. Sub-sistem
pendidikan formal persekolahan melayani semua bentuk pendidikan formal di
lingkungan sekolah, sedangakn sub sistem pendidikan non formal menyelenggarakan
semua bentuk kegiatan pendidikan non formal dan pendidikan informasi yang
berlangsung di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Asas
pendidikan seumur hidup ini juga dipakai sebagai landasan konsep kerja oleh
direktorat pendidikan masyarakat. Ada 3 pandanngan pokok yang melandasi sistem
pendidikan nasional kita :
1. Bahwa pendidikan itu berlangsung seumur
hidup, itu berarti bahwa usaha pendidikan dimulai sejak seorang anak dilahirkan
sampai dia tutup usia.
2. Bahwa tanggungjawab pendidikan di
tanggung bersama oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah .
3. Bahwa pendidikan itu mutlak diperlukan
untuk pembangunan nasional artinya pembinaan sumber daya manusia secara efektif
dan efisien akan mempercepat lajunya pembangunan nasional.
Dengan ini
maka pendidikan nonformal merupakan sub sistem pendidikan nasional yang turut
membantu membina manusia seutuhnya dan membina pelaksaan konsep pendidikan
seumur hidup. Oleh karena itu pula pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang
bersifat kemasyarakatan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan
fungsional termasuk keparamukaan, latihan – latihan keterampilan dan
pemberdayaan masyarakat kurang beruntung dikembangkan diperluas dengan
mendayagunakan potensi insani dan potensi alamiah dan pemanfaatan sarana dan
prasarana lingkungan.
D. PENDIDIKAN
NONFORMAL BERBASIS MASYARAKAT
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan
paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi
yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan
manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola
secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat.~
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja
sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga
dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka
masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan
dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi
pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat.
Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat
untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang
berubah-ubah.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan
pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan
jawaban atas kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya
masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan objek
pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi
aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk
masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang
untuk menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu
diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk merddesain, merencanakan,
membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di
dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama,
sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan
dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan
berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan
kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan
yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu dilingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan
pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, community-based education
could be defined as an educational process by which individuals (in this case
adults) become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an
effort to live in and gain more control over local aspects of their communities
through democratic participation. Artinya, pendidikan berbasis masvarakat dapat
diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa
menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam
upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui
partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis
masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut:
… as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by engaging
with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to
develop voluntar-ily a range of learning, action, and reflection opportunities,
determined by their personal, social, econornic and political need.”
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses
yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan
mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai
kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran,
tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial,
ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah
satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan,
melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator
yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih balk. Dari sini dapat ditarik
pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan
hingga pelaksanaan berada di tangan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat
bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali
potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Baik masyarakat kota ataupun desa,
mereka telah memiliki potensi untuk mengatasi masalah mereka sendiri
berdasarkan sumber daya vang mereka miliki serta dengan memobilisasi aksi
bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis
Masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya
sesuai dengan standar nasional pendidikan
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber-dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat
diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari
pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta
masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu dalam
menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat
mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian
terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan
politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani,
penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya.
Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari
kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan
petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh,
perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan
dan lain-lain .
2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin
diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur
yang digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah
pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat,
majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih
cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah
proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal
berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana
hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang
membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang
dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan
faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program
harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga
masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga
harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan berpartisipasi dan
keingin berpartisipasi.
3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat
memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan
masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan
untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik
ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan
dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian
lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab
adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal
harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri
secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi
masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan,
program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya
hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan
pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya
memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia
dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat
berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama
atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini
berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka
dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan
program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah
kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat.
Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam
masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran
formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur
dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dalam perkembangannya, community-based education merupakan sebuah gerakan
nasional di negara berkemang seperti Indonesia. community-based education
diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani
(civil society). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan yang berdasarkan pada
community-based education akan menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan
dari masyarakat. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat
pada jalur nonformal setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal (Sudjana. 1984).
pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi
nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan
adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang
akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena
dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi
rapuh. Kedua, ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam,
dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi
masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan
luar sekolah. Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial
atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam
berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada
potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.
Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik
instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman
selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah
terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi
hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh
instansi yang bersangkutan. Kelima, aparat pendidikan luar sekolah/nonformal
tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana
dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam
berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.
4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk pembangunan masyarakat
Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan nonformal berbasis
masyarakat, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pendidikan tersebut sebagai
bagian dari upaya membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang
tepat akan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan/pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan
suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya
pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan
pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi
kelancaran pembangunan.
Pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat
sebagai istilah-istilah yang dimaksud dalam pembahasan ini mengandung arti yang
bersamaan. Pengembangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan, bila
dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan suatu ketimpangan,
sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk mencoba lebih seimbang
diantara keduanya. pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan
masyarakat tersebut menunjukkan suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi
untuk memajukan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yang dilakukan di
dalam satu kesatuan Wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa terdiri dari daerah
pedesaan atau daerah perkotaan.
Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan kualitas
kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau lingkungannya ke arah yang lebih
baik. Agar pembangunan itu berhasil, maka pembangunan haruslah menjadi jawaban
yang wajar terhadap kebutuhan perorangan, masyarakat dan Pemerintah baik di
tingkat desa, daerah ataupun di tingkat nasional. Dengan demikian maka isi,
kegiatan dan tujuan pengembangan masyarakat akan erat kaitannya dengan
pembangunan nasional.
TR Batten menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat ialah proses yang
dilakukan oleh masyarakat dengan usaha untuk pertama-tama mendiskusikan dan
menentukan kebutuhan atau keinginan mereka, kemudian merencanakan dan
melaksanakan secara bersama usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka
itu (Batten, 1961). Dalam proses tersebut maka keterlibatan masyarakat dapat
digambarkan sebagai berikut. Tahap pertama, dengan atau tanpa bimbingan fihak
lain, masyarakat melakukan identifikasi masalah, kebutuhan, keinginan dan
potensi-potensi yang mereka miliki. Kemudian mereka mendiskusikan
kebutuhan-kebutuhan mereka, menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan itu
berdasarkan tingkat keperluan, kepentingan dan mendesak tidaknya usaha
pemenuhan kebutuhan. Dalam identifikasi kebutuhan itu didiskusikan pula
kebutuhan perorangan, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan Pemerintah di daerah
itu. Mereka menyusun urutan prioritas kebutuhan itu sesuai dengan sumber dan
potensi yang terdapat di daerah mereka. Tahap kedua, mereka menjajagi
kemungkinan-kemungkinan usaha atau kegiatan yang dapat mereka lakukan, untuk
memenuhi kebutuhan itu. apakah sesuai dengan sumber-sumber yang ada dan dengan
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dalam
kegiatan itu. Selanjutnya mereka menentukan pilihan kegiatan atau usaha yang
akan dilakukan bersama. Tahap ketiga, mereka menentukan rencana kegiatan, yaitu
program yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ini dimaksudkan
untuk menumbuhkan rasa memiliki dikalangan masyarakat. Rasa pemilikan bersama
itu menjadi prasarat timbulnya rasa tanggung jawab bersama untuk keberhasilan
usaha itu. Tahap keempat ialah melaksanakan kegiatan. Dalam tahap keempat ini
motivasi perlu dilakukan. Di samping itu komunikasi antara pelaksana terus
dibina. Dalam tahap pelaksanaan ini akan terdapat masalah yang menuntut
pemecahan. Pemecahan masalah itu dilakukan setelah dirundingkan bersama oleh
masyarakat dan para pelaksana. Tahap kelima, penilaian terhadap proses
pelaksanaan kegiatan, terhadap hasil kegiatan dan terhadap pengaruh kegiatan
itu. Untuk kegiatan yang berkelanjutan, hasil evaluasi itu dijadikan salah satu
masukan untuk tindak lanjut kegiatan atau untuk bahan penyusunan program
kegiatan baru. Semua tahapan kegiatan itu dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif.
Pengembangan masyarakat yang bertumpu pada kebutuhan dan tujuan pembangunan
nasional itu memiliki dua jenis tujuan. Tujuan-tujuan itu dapat digolongkan
kepada tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dengan sendirinya mengarah
dan bermuara pada tujuan nasional, sedangkan tujuan khusus yaitu
perubahan-perubahan yang dapat diukur yang terjadi pada masyarakat. Perubahan
itu menyangkut segi kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri setelah melalui
program pengembangan masyarakat. Perubahan itu berhubungan dengan peningkatan
taraf hidup warga masyarakat dan keterlibatannya dalam pembangunan. Dengan kata
lain tujuan khusus itu menegaskan adanya perubahan yang dicapai setelah
dilakukan kegiatan bersama, yaitu berupa perubahan tingkah laku warga masyarakat.
Perubahan tingkah laku ini pada dasarnya merupakan hasil edukasi dalam makna
yang wajar dan luas, yaitu adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
aspirasi warga masyarakat serta adanya penerapan tingkah laku itu untuk
peningkatan kehidupan mereka dan untuk peningkatan partisipasi dalam
pembangunan masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan masyarakat itu bisa
terdiri dari partisipasi buah fikiran, harta benda, dan tenaga (Anwas Iskandar,
1975). Dalam makna yang lebih luas maka tujuan pengembangan masyarakat pada
dasarnya adalah pengembangan demokratisasi, dinamisasi dan modernisasi
(Suryadi, 1971).
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan di sini ialah
keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong
royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan
pengembangan masyarakat didasarkan pada program-program yang disusun oleh
masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan tugas
dalam pembangunan masyarakat. Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan
pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya
terus menerus menuju ke arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan
pada program-program pembangunan masyarakat yang memperhatikan kepentingan
masyarakat dan kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam
melaksanakan kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki
oleh masyarakat sendiri.
Prinsip-prinsip di atas memperjelas makna bahwa program-program pendidikan
nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat
pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan
substansi pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk
menjadikan pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat
memerlukan upaya-upaya yang serius agar hasil dari pendidikan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka
Dalam hal ini perlu disadiri bahwa pengembangan masyarakat itu akan lancar
apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi untuk membangun serta telah
tumbuh kesadaran dan semangat mengembangkan diri ditambah kemampuan serta
ketrampilan tertentu yang dapat menopangnya, dan melalui kegiatan pendidikan,
khususnya pendidikan nonformal diharapkan dapat tumbuh suatu semangat yang
tinggi untuk membangun masyarakat desanya sendiri sabagai suatu kontribusi bagi
pembangunan bangsa pada umumnya.
E. K E S I M P
U L A N
Dari apa yang telah diuraikan terdahulu dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan berkaitan dengan Pendidikan Nonformal sebagai berikut :
• pendidikan nonformal merupakan sub sistem pendidikan nasional yang turut
membantu membina manusia seutuhnya dan membina pelaksaan konsep pendidikan seumur
hidup. Oleh karena itu pula pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang
bersifat kemasyarakatan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan
fungsional termasuk keparamukaan, latihan – latihan keterampilan dan
pemberdayaan masyarakat kurang beruntung dikembangkan diperluas dengan
mendayagunakan potensi insani dan potensi alamiah dan pemanfaatan sarana dan
prasarana lingkungan
• Pendidikan berbasis masyarakat merupakan upaya untuk lebih melibatkan
masyarakat dalam upaya-upaya membangun pendidikan untuk kepentingan masyarakat
dalam menjalankan perannya dalam kehidupan.
• Pendidikan nonformal berbasis masyarakat merupakan suatu upaya untuk
menjadikan pendidikan nonformal lebih berperan dalam upaya membangun masyarakat
dalam berbagai bidangnya, pelibatan masyarakat dalam pendidikan nonformal dapat
makin meningkatkan peran pendidikan yang dapat secara langsung dirasakan oleh
masyarakat.
• Untuk mencapai hal tersebut pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan
pendidikan nonformal menjadi suatu keharusan, dalam hubungan ini diperlukan
tentang pemehaman kondisi masyarakat khususnya di desa berkaitan dengan hal-hal
yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya, serta turut
bertanggungjawab dalam upaya terus mengembangkan pendidikan yang berbasis
masyarakat, khususnya masyarakat desa
F. DAFTAR
PUSTAKA
Prof. H. M. Saleh
Marzuki, M. Ed. (2010). Pendidikan Nonfromal, Rosda, Malang
Drs.
H. Isjoni, M. Si., Ph. D. (2009). Menuju Masyarakat Belajar, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
SOAL
:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan Non Formal ?
·
Pendidikan
Formal adalah jenjang pendidikan yang bertahap dan terstruktur baik secara
lembaga maupun pengelolaan, sedang Pendidikan Non Formal adalah pendidikan
yang berjenjang dan berstruktur namun mempunyai fleksibilitas dibandingkan
pendidikan Formal, sedangkan pendidikan Informal adalah Pendidikan yang
dilaksanakan berbasis kekeluargaan.
2. Sebutkan dan jelaskan Konsep Dasar
Pendidikan Non Formal ?
·
Pendidikan
Non Formal sebagai Suplemen adalah dimana Pendidikan Non Frmal sebagai Penambah
(suplemen).
·
Pendidikan
Non Formal sebagai Kompelen (Pelengkap ) dimana pendidikan Non Formal sebagai
pelenggkap seseorang dalam memenuhi pendidikan Formalnya
·
Pendidikan
Non Formal sebagai Substituti (Pengganti) dimana seseorang yang sama sekali
tidak menikmati pendidikan Formal dia dapat mengikuti Pendididkan Non Formal
sebagai Pengganti
3. Apa pandanngan pokok yang melandasi sistem pendidikan
nasional kita?
·
Bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup, itu berarti bahwa usaha
pendidikan dimulai sejak seorang anak dilahirkan sampai dia tutup usia.
·
Bahwa tanggungjawab pendidikan di tanggung bersama oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah .
·
Bahwa pendidikan itu mutlak diperlukan untuk pembangunan nasional artinya
pembinaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien akan mempercepat
lajunya pembangunan nasional.
4. Sebutkan pendidikan berbasis masyarakat Menurut
Michael W. Galbraith ?
·
Self
determination (menentukan sendiri)
·
Self help
(menolong diri sendiri)
·
Leadership
development (pengembangan kepemimpinan)
·
Localization
(lokalisasi).
·
Integrated
delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan
·
Accept
diversity (menerima perbedaan)
·
Institutional
responsiveness (tanggung jawab kelembagaan)
·
Lifelong
learning (pembelajaran seumur hidup)
5. Sebutkan UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang
Pendidikan Berbasis Masyarakat ?
·
Masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal
dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.
·
Penyelenggara
pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan
evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar
nasional pendidikan
·
Dana
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber-dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.